Selasa, 28 Oktober 2014

Inhibitor Korosi

1. Pendahuluan

Korosi merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan sehari-hari, yang biasa disebut dengan istilah karat untuk bahan - bahan logam. Korosi merupakan degradasi (pengrusakan atau penurunan kualitas) suatu bahan karena adanya interaksi antara bahan tersebut dengan lingkungan. Korosi tidak dapat dihilangkan, namun korosi dapat diperlambat laju korosinya sehingga muncul berbagai macam cara untuk menanganinya di antaranya penambahan inhibitor. Ada berbagai macam cara memperlambat laju korosi, antara lain coating, penambahan inhibitor, proteksi katodik, dan lain - lain. Gambar 1 menunjukkan salah satu proses penambahan inhibitor korosi.


Gambar 1. Penambahan inhibitor korosi[4]

Inhibitor korosi sendiri didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan akan menurunkan serangan korosi lingkungan terhadap logam. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus - gugus yang memiliki pasangan elektron bebas, seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina[1]. Inhibitor hingga saat ini masih menjadi solusi terbaik untuk melindungi korosi internal pada logam, dan dijadikan sebagai pertahanan utama industri proses dan ekstraksi minyak. Inhibitor merupakan metoda perlindungan yang fleksibel, yaitu mampu memberikan perlindungan dari lingkungan yang kurang agresif sampai pada lingkungan yang tingkat korosifitasnya sangat tinggi, mudah diaplikasikan (tinggal tetes), dan tingkat keefektifan biayanya paling tinggi karena lapisan yang terbentuk sangat tipis sehingga dalam jumlah kecil mampu memberikan perlindungan yang luas[2].

2. Mekanisme Proteksi

Daya inhibisi dari suatu senyawa organik terhadap korosi pada logam bergantung pada kemampuannya melepas elektron, jumlah elektron yang tidak berpasangan, kabut  elektron, sistem cincin aromatik, atau jenis grup fungsional yang mengandung unsur-unsur grup V dan VI dalam table periodik. Grup fungsional yang biasanya dipakai sebagai inhibitor adalah gugus hydroxi (-OH), epoxy (-C-O-C-), amine (-C-N-C-), amino (-NH2), thiol (-C=S-), dan gugus fungsi lainnya terdapat dalam literatur. Polifenol dan asam amino merupakan contoh dari gugus fungsional yang biasanya digunakan[2].

Perlindungan logam oleh polifenol dan asam amino terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu adsorpsi secara fisika, adsorpsi secara kimia, dan pembentukan lapisan pada permukaan logam. Adsorpsi secara fisika berlangsung dengan cepat, karena interaksi elektrostatik antara permukaan logam yang memiliki charge positif dengan polifenol yang memiliki charge negatif, reaksi yang terjadi bersifat reversible. Adsorpsi secara fisika ini mudah terlepas akibat gangguan mekanis dan peningkatan temperatur. Sedangkan adsorpsi secara kimia bersifat lebih stabil, tidak sepenuhnya reversible, dan berlangsung dengan lambat. Semakin tinggi temperatur biasanya mengakibatkan peningkatan adsorpsi dan inhibisi. Adsorpsi secara kimia merupakan aktivitas transfer atau berbagi elektron antara polifenol atau asam amio dan permukaan logam, sehingga menentukan kemampuan inhibisi[2].

Gambar 2. Mekanisme pendonoran sepasang elektron bebas pada pembentukan senyawa kompleks besi[2]

Menurut Hermawan, mekanisme proteksi ekstrak bahan alam terhadap besi/baja dari serangan korosi diperkirakan hampir sama dengan mekanisme proteksi oleh inhibitor organik. Reaksi yang terjadi antara logam Fe2+ dengan medium korosif seperti CO2 diperkirakan menghasilkan FeCO3, oksidasi lanjutan menghasilkan Fe2(CO3)3 dan reaksi antara Fe2+ dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan senyawa kompleks. Inhibitor ekstrak bahan alam yang mengandung nitrogen mendonorkan sepasang elektronnya pada permukaan logam mild steel ketika ion Fe2+ terdifusi ke dalam larutan elektrolit, reaksinya adalah Fe --> Fe2+ + 2e- (melepaskan elektron) dan Fe2+ + 2e- --> Fe (menerima elektron)[2].

(a)                                  (b) 
Gambar 3. Struktur senyawa (a) nikotin (b) kafein[2]

Produk yang terbentuk di atas mempunyai kestabilan yang tinggi dibanding dengan Fe saja, sehingga sampel besi/baja yang diberikan inhibitor ekstrak bahan alam akan lebih tahan (ter-proteksi) terhadap korosi. Contoh lainnya, dapat juga dilihat dari struktur senyawa nikotin dan kafein yang terdapat dalam ekstrak daun tembakau, teh, dan kopi, dimana kafein dan nikotin yang mengandung gugus atom nitrogen akan menyumbangkan pasangan elektron bebasnya untuk mendonorkan elektron pada logam Fe2+ sehingga terbentuk senyawa kompleks dengan mekanisme yang sama seperti di atas[2].

3. Jenis - Jenis Inhibitor dan Mekanisme Kerjanya

3.1 Inhibitor Memasifkan Anoda

Salah satu contoh inhibitor yang memasifkan anoda adalah senyawa-senyawa kromat, misalnya Na2C2O4 =. Salah satu reaksi redoks yang terjadi dengan logam besi adalah[3]:

Oksidasi : 2 Fe + 2 H2O ----------- Fe2O3 + 6 H+ + 6e
   Reduksi : 2 CrO4 = + 10 H+ + 6e -------- Cr2O3 + 5 H2O
Red-Oks : 1 Fe + 2 CrO4= + 2 H+ ------- Fe2O3 + Cr2O3 + 3 H2O



Padatan atau endapan Fe2O3 dan Cr2O3 inilah yang kemudian bertindak sebagai pelindung bagi logamnya. Lapisan endapan tipis saja, namun cukup efektif untuk melindungi permukaan logam yang lemah dari serangan zat-zat agresif. Untuk ini diperlukan kontinuitas pembentukan lapisan endapan mengingat lapisan tersebut bisa lepas yang disebabkan oleh adanya arus larutan. Berbagai data penelitian dengan berbagai kondisi percobaan menganggap bahwa Cr(III) nampak dominan pada spesimen yang didukung oleh pembentukan lapisan udara, sementara itu Cr(IV) teramati di daerah luar dari spesimen pengamatan yang didukung oleh suatu lapisan pelindung yang mengandung Cr(III). Ini menunjukkan bahwa terjadinya reduksi Cr(IV) menjadi Cr(III) pada permukaan spesimen. Secara keseluruhan tebal lapisan yang terdiri dari spesimen kromium dan aluminium memperlihatkan lapisan dalam bentuk Cr(IV) memiliki ketebalan sekitar satu per-enam dari tebal lapisan keseluruhan[3].

Hasil penelitian dengan menggunakan teknik pendar fluor dari adsorpsi sinar x memperlihatkan disagregasi lapisan yang mengandung Cr(IV) sebanding dengan pertumbuhan Cr2O3 yang mengisi celah-celah lapisan anodik (dalam hal ini Al2O3) diatas permukaan logam Al. Cara yang sudah lazim tentang studi pembentukan lapisan pasif pada permukaan logam akibat reaksi antar muka logam dengan inhibitor dapat menggunakan diagram potensial - pH dan secara kinetik dengan menggunakan kurva polarisasi[3].

Inhibitor jenis CrO4 = dan NO2- cukup banyak digunakan untuk perlindungan logam besi dam aluminium terhadap berbagai medium korosif. Namun dari studi teoritis maupun eksperimentil, kedua jenis inhibitor tersebut kurang baik digunakan dalam medium yang mengandung H2S dan Cl-[3]. Dengan adanya H2S, sebagian dari CrO4= bereaksi dengan H2S yang menghasilkan belerang. Nampaknya Cr2O3 yang terbentuk tidak dapat terikat kuat pada logamnya. Sedangkan pada medium Cl-, terjadi kompetisi reaksi dengan logamnya. Misalnya ion klorida dapat membentuk kompleks terlarut dengan senyawa Fe (III) yang ada pada permukaan logam besi, sehingga lapisan pelindung Cr2O3 - Fe2O3 sukar dipertahankan keberadaannya[3].

Tabel 1 berikut ini merupakan rangkuman tentang penggunaan inhibitor kromat untuk melindungi beberapa jenis logam dalam berbagai lingkungan korosif.

Tabel 1. Konsentrasi efektif dari inhibitir kromat[3]
LOGAM
LINGKUNGAN
INHIBITOR
Al
HNO3 10%
alkali, kromat 0,1%
H3PO4
alkali, kromat 0,1%
H2PO 20%
Na2CrO4 0,5%
H3PO4 pekat
Na2CrO4 5%
Etanol panas
K2Cr2O7
NaCl 3-5%
Na2CrO4 1%
Na-trikloroasetat 50%
Na2Cr2O7 0,5%
Tetrahidrofuran, alk
Na2CrO4 0,3%
Cu
Tetrahidrofuran, alk
Na2CrO4 0,3%
Baja
Na – trikloroasetat 50%
Na2Cr2O7 0,5%
Tetrahidrofuran, alk
Na2CrO4 0,3%

Tabel 2 memperlihatkan konsentrasi kritis dari NaCl dan Na2SO4 selaku depasivator pada penggunaan Na2CrO4 dan NaNO3 selaku inhibitor korosi logam besi.

Tabel 2. Konsentrasi Kritis Nacl dan Na2SO4 Selaku Depasivator pada Inhibitor Na2CrO4 dan Nano2 bagi Logam Besi[3]
Inhibitor
Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi Kritis (ppm)
NaCl
Na2SO4
Na2CrO4
200
12
55
500
30
120
NaNO2
50
210
20
100
460
55
500
200
450

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila konsentrasi inhibitor jenis ini tidak mencukupi, malahan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan korosi logam. Bila lapisan pasif yang terbentuk tidak mencukupi untuk menutupi permukaan logam, maka bagian yang tidak tertutupi akan terkorosi dengan cepat. Akibatnya akan terbentuk permukaan anoda yang sempit dan permukaan katoda yang jauh lebih luas, sehingga terjadilah korosi setempat dengan bentuk sumuran-sumuran[3].

Contoh senyawa lain dari inhibitor pasivasi anodik adalah phosfat (PO4-3), tungstat (Wo4-2) dan molibdat (MoO4-2), yang oleh karena tidak bersifat oksidator maka reaksinya dengan logamnya memerlukan kehadiran oksigen[3].

3.2. Inhibitor Memasifkan Katoda

Dua reaksi uatama yang umum terjadi pada katoda diadalam medium air, yaitu reaksi pembentukan hidrogen dari proton[3]:

2 H+ + 2 e ---------- H2

dan reaksi reduksi gas oksigen dalam suasana asam
O2 + 4 H+ + 4 e ----- 2 H2O

Karena bagi suatu sal korosi, reaksi reduksi oksidasi terbentuk oleh pasangan reaksi reduksi dan reaksi oksidasi dengan kecepatan yang sama, maka apabila reaksi reduksi (pada katoda) dihambat akan menghambat pula reaksi oksidasi (pada anoda). Inilah yang menjadi pedoman pertama di dalam usaha menghambat korosi logam dalam medium air atau medium asam[3].

Hal yang kedua adalah melalui penutupan permukaan katoda oleh suatu senyawa kimia tertentu baik yang dihasilkan oleh suatu reaksi kimia atau melalui pengaturan kondisi larutan,misalnya pH[3].

Secara umum terdapat 3 jenis inhibitor yang mempasifkan katoda, yaitu jenis racun katoda, jenis inhibitor mengendap pada katoda dan jenis penangkap oksigen. Inhibitor racun katoda pada dasarnya berperan mengganggu rekasi pada katoda. Pada kasus pembentukan gas hidrogen, reaksi diawali yang teradsorpsi pada permukaan katoda[3].

                             H+ + e  -------------> H(ads)
atau                      H3O+ + e -------------> H(ads) + H2O
selanjutnya           2 H(ads)  -------------> H2

Inhibitor harus berperan menghambat kedua tahap reaksi diatas terutama reaksi yang pertama, misaInya berdasarkan diagram arus –potensial (voltamogram) reaksi pembentukan hidrogen dari asamnya, maka untuk memperkecil arus katodik dapat dengan menurunkan tegangan lebih katodiknya. Yang patut dipertimbangkan adalah bila inhibitor hanya menghambat reaksi kedua saja, maka akan terjadi penumpukan atom hidrogen pads permukaan katoda. Atom-atom tersebut dapat terpenetrasi ke dalam kisi logam – dan mengakibatkan timbulnya kerapuhan akibat hidrogen[3].

Senyawa sulfida (S=) dan selenida (Se=) mungkin dapat digunakan, karena dapat terserap pada permukaan katoda. Namun sayang sekali pada umumnya senyawa-senyawa itu mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air atau suasana asam. Selain itu dapat pula mengendapkan berbagai logam, disamping sifat racunnya[3].

Senyawa arsenat, bismutat dan antimonat dapat pula digunakan, yang melalui suatu reaksi tertentu (misal reaksi kondensasi) dapat tereduksi menghasilkan produk yang mengendap pada katoda. Biasanya reaksi tersebut berlangsung pada pH relatif rendah. Inhibitor jenis kedua adalah yang dapat diendapkan pada katoda. Cukup banyak senyawa-senyawa yang dengan pengaturan pH larutan dapat membentuk suatu endapan, misalnya garam-garam logam transisi akan mengendap sebagai hidroksidanya pada pH tinggi yang lazim digunakan adalah ZnSO4 yang terhidrolisis[3].

ZnSO + 2 H2O Zn(OH)2(S) + H2S04

pH larutan harus tetap tinggi mengingat harus menetralisir asam yang berbentuk. Cara sederhana lainnya adalah pembentukan karbonat dari logam alkali tanah (CaC03' Bac03' atau MgC03) melalui reaksi Ca(HC03)2 + Ca(OH)2 - 2 cac03(S) + 2 H2O atau apabila diperkirakan sudah ada senyawa sebagai alkali tanah (CaCo3, BaCO3, atau MgCO3) melalui reaksi[3] :

Ca (HCO3)2 + Ca (OH)2 2 CaCO3 (s) + 2 H2O

Atau apablia diperkirakan sudah ada senyawa sebagai bikarbonatnya, dapat melalui pemanasan

Ca (HCO3)2 pemanasan CaCO3 (s) + H2O + CO2 (g)

Perhitungan yang teliti dapat dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang baik berdasarkan data Ksp' tetapan keasaman, dan tetapan kestabilan dari berbagai spesi yang ada dalam sistem itu. Jenis inhibitor yang mempasifisi katodik lainnya adalah didasarkan pada kerjanya yang mengikat oksigen terlarut (oxygen scavenger) .
Hidrasin (H2H4) merupakan senyawa yang paling banyak digunakan, yang reaksinya dengan oksigen adalah[3]

N2H4 + O2(g) N2(g) + 2 H2O

Reaksi ini sangat lambat, walaupun pada pemanasan sampai suhu 60°C. Untuk mempercepat reaksi, diperlukan katalisator, misalnya garam garam dari Co(II), Mn(II) atau Cu(II), dan pada akhir-akhir ini banyak digunakan senyawa-senyawa organologam. Organologam dihasilkan akibat reaksi pembentukan senyawa khelat antara ion logam dengan suatu ligan tertentu, misal senyawa Co(3,4 - toluen diamine)2Cl2[3].

Tabel 3 berikut ini menunjukkan peningkatan lajut ikat dari hidrasin terhadap oksigen dengan adanya katalis tersebut.

Tabel 3. Pengaruh Katalis Co (3,4-Toluen diamine)2Cl2 terhadap Laju Reaksi Pengikatan O2 oleh Hidrasin[3]

Waktu
0
3
5
7
10
Hidrasin dengan katalis Co (3,4-Toluen diamine)2 Cl2
7,4
4,6
2,4
0,7
0,3
Hidrasin tanpa katalis
8,7
7,4
6,8
6,4
6

Angka banding jumlah senyawa kompleks terhadap senyawa hidrasin adalah antara 0,002 - 0,04 bagian senyawa kompleks terhadap 1 bagian senyawa hidrasin. Di samping katalis garam-garam logam transisi atau senyawa kompleks organologam, dapat pula digunakan senyawa senyawa organik jenis aryl amina[3].

Tabel 4 di bawah ini menunjukkan efektifitas beberapa jenis senyawa aryl amina sebagai katalis bagi hidrazin selaku oxygen scavenger. Studi dilakukan dalam kondisi 150 ppm hidrasin, pH = 10, pada suhu 25°C, sebagai oxygen scavenger dalam air untuk keperluan boiler[3].

Tabel 4. Penggunaan Katalis Senyawa Aryl Amina Selaku Katalis bagi Hidrasin sebagai Oxygen Scavenger Bagi Air untuk Boiler[3]
Senyawa aryl amina 3 ppm
% O2 yang hilang

5 menit
10 menit
o-phenylen diamina
44
82
p- phenylen diamina
84
95
2,3 - Toluen diamine
55
92
2,6 - Toluen diamine
75
95
n - animo benzoteifluorida
62
95
1 - animo - 2 napthol - 4 sulfanic acid
65
95
Hidrasin tanpa katalis (sebagai control)
25
50

Di samping hidrasin masih banyak lagi senyawa-senyawa yang dapat digunakan sebagai oxygen scavenger, misalnya Na2SO3, hidroksil amin HCl, N,N-diethyl hydroxylamin, gas SO2, dan sebagainya[3].

3.3 Inhibitor Ohmik dan Inhibitor Pengendapan

Sebagai akibat lain daripada penggunaan inhibitor pembentuk lapisan pada katoda maupun anoda adalah semakin bertambahnya tahanan daripada rangkaian elektrolit. Lapisan yang dianggap memberikan kenaikan tahanan yang memadai biasanya mencapai ketebalan beberapa mikroinchi. Bila lapisan terjadi secara selektif pada daerah anoda, maka potensial korosi akan bergeser kearah harga yang lebih positif, dan sebaliknya potensial korosi akan bergeser ke arah yang lebih negatif bilamana lapisan terjadi pada daerah katoda. Jenis inhibitor pengendapan yang banyak digunakan adalah natrium silikat dan berbagai senyawa fosfat yang pada umumnya baik digunakan untuk melindungi baja, keduanya cukup efektif bila kondisi pH mendekati 7 dengan kadar Cl- yang rendah. E.F. Duffek dan D.S.Mc.Kinney telah melakukan studi tentang penggunaan natrium silikat sebagai inhibitor korosi bagi logam besi. Dalam hal ini natrium silikat bertindak sebagai inhibitor mempasifkan anoda[3].

Percobaan dilakukan terhadap elektroda baja yang diperlakukan selama 24 - 28 jam dalam larutan natrium silikat (dengan kadar SiO2 antara 3 - 500 ppm), dan dialiri udara. Selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan perlakuan baja larutan natrium hidroksida pada pH yang sama. Korosi tidak terjadi walaupun dalam medium yang mengandung 15 ppm SiO2, sedangkan pada larutan natrium hidroksida menunjukkan adanya korosi[3].

Konsentrasi minimum dari inhibitor tergantung pada impuritis ada air, karena adakalanya suatu impuritis membantu melindungi anoda melalui pembentukan lapisan, dan di lain pihak ada impuritis yang dapat mempeptisasikan atau malah melarutkan lapisan pelindungnya. Reaksi yang diperkirakan terjadi adalah[3]

Na2SiO2 + H+         ------------->      2 Na+ + H2SiO3
(natrium silikat)                               (asam silikat)
H2SiO3                 ------------->        SiO2.H2O

Asam silikat akan nampak sebagai larutan keloid. Pengendapan SiO2 sangat tergantung pada pH dan konsentrasi natrium silikat di dalam larutannya. Pada umumnya larutan natrium silikat yang digunakan mempunyai komposisi. 8,76% Na2O, 28, 38% SiO2 dan selebihnya pengotorpengotor, diantaranya Fe2O3 dan Al2O3 [3].

Kehadiran pengotor senyawa besi dan aluminium dianggap menguntungkan karena menambah endapan yang terbentuk. Konsentrasi natrium silikat yang digunakan bervariasi dari 2 - 10 ppm yang tergantung dari jenis air yang akan dilindungi. Gangguan dapat terjadi apabila terdapat ion Ca(II) dan Mg(II) dalam jumlah yang tinggi[3].

Rumitnya fenomena kimia yang terjadi pada penggunaan inhibitor jenis silikat atau fosfat adalah adanya kemungkinan terbentuknya senyawa polisilikat atau polifosfat, yang dalam hal ini memerlukan kehadiran oksigen. Pada prakteknya pun formulasi dari inhibitor jenis silikat dan fosfat adalah dengan mencampurkan atau mevariasikan komposisi berbagai senyawa polisilikat atau polifosfat. Perhitungan mengenai kondisi larutan (pH) dan konsentrasi inhibitor sangat diperlukan sekali[3].

3.4 Inhibitor Organik

Dewasa ini sudah berpuluh bahkan mungkin ratusan jenis inhibitor organik yang digunakan. Studi mengenai mekanisme pembentukan lapisan lindung atau penghilangan konstituen agresif telah banyak dilakukan baik dengan cara-cara yang umum maupun dengan cara-cara baru dengan peralatan modern[3].

Pada umumnya senyawa-senyawa organik yang dapat digunakan adalah senyawa-senyawa yang mampu membentuk senyawa kompleks baik kompleks yang terlarut maupun kompleks yang mengendap. Untuk itu diperlukan adanya gugus gugus fungsi yang mengandung atom atom yang mampu membentuk ikatan kovalen terkoordinasi, misalnya atom nitrogen, belerang, pada suatu senyawa tertentu[3].

Referensi

[1] http://www.chem-is try.org/artikel_kimia/berita/ekstrak_bahan_alam_
sebagai_alternatif_inhibitor_korosi/ diakses pada tanggal 27 oktober 2014 pukul 16.20 WIB.
[2] Pradityana, Atria., Sulistijono, Abdullah Shahab. Penggunaan Bio Inhibitor dalam Pipe Plant Industri Migas. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
[3] Dalimunthe, Indra Surya. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan.
[4] http://www.epms-supplies.co.uk/c-Corrosion-Inhibitors-(26).aspx diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pukul 10.43 WIB