Rabu, 26 November 2014

Ultrasonic Flowmeter

1. Introduction

Flow meter merupakan instrumen guna mengukur aliran dari suatu fluida baik liquid (liquid flowmeter), sludge (sludge flow meter) maupun gas (flow meter gas), baik bertemperatur rendah hingga temperatur tinggi. Dalam memilih flow meter harus disesuaikan dengan kondisi fluid dan fungsi flowmeter itu sendiri[1]. 

Ada beberapa tipe flowmeter, di antaranya adalah ultrasonic flowmeter. Prinsip kerja ultrasonic flowmeter adalah menggunakan gelombang suara. Ada 2 tipe yang digunakan untuk ultrasonic flowmeter yaitu transit time dan efek doppler. Apabila gelombang suara tersebut bergantung pada kecepatan aliran dalam fluida maka menggunakan prinsip kerja transit time dan apabila gelombang suara bergantung pada obyek bergerak seperti bubble (gelembung) atau partikel di dalam fluida tersebut maka menggunakan efek doppler (Doppler effect)[2].

Gambar 1. Ultrasonic flowmeter[2]

Semua metoda yang digunakan bisa dipakai untuk ultrasonic flowmeter. Tergantung dari penerapan masing masing yang punya product tersebut. Kelemahan dari efek doppler adalah pada saat gelombang yang dipantulkan oleh reflector dan diterima balik oleh transmitter tergantung kepada obyek yang memantulkan. Terkadang untuk fluida yang mengalir tersebut obyek partikelnyanya tidak dapat memantulkan kembali karena sifat dasar dari fluida tersebut untuk beberapa fluida dalam proses hidrokarbon[2].

Untuk metode transit time mempunyai keunggulan karena berdasarkan dari  velocity (kecepatan aliran) jadi tidak bergantung dari obyek yang ada di dalam fluida tersebut, sehingga ultrasonic tipe transit time banyak digunakan di dalam custody transfer (product yang diukur mempunyai nilai jual). Selain itu juga tidak ada moving parts (benda bergerak) atau pressure drops (penurunan tekanan). Akurasi yang dihasilkan juga bagus yaitu 0.2 %[2].

2. Prinsip Pengukuran Flow pada Ultrasonic Flowmeter

2.1 Transit time

Transit - time ultrasoic flowmeter menggunakan waktu propagasi dari sinyal ultrasonik dalam cairan. Sepasang transduser dipasang pada permukaan luar pipa seperti yang ditunjukkan dalam diagram. Setiap transduser bekerja alternatif baik sebagai pemancar dan penerima sinyal ultrasonik[3].
Gambar 2. Prinsip pengukuran flow pada ultrasonic flowmeter dengan metode transit time[3]

Ketika sinyal ultrasonik ditransmisikan ke sisi hulu melawan arah aliran, waktu propagasi lebih diperlukan (T1). Di sisi lain, ketika ditransmisikan ke sisi hilir dengan arah aliran, waktu propagasi kurang (T2). Artinya, sinyal tertunda atau dipercepat oleh cairan bergerak. Perbedaan waktu antara "T1" dan "T2" sebanding dengan kecepatan aliran, dan volume aliran dapat dihitung dengan mengalikan dengan luas penampang, yang diperoleh dengan menggunakan diameter pipa dan ketebalan dinding[3].

2.2 Efek Doppler

Efek Doppler ultrasonic flowmeter menggunakan refleksi suara ultrasonik untuk mengukur kecepatan fluida. Dengan mengukur pergeseran frekuensi antara sumber ultrasonik frekuensi, penerima, dan pembawa cairan, gerak relatif diukur. Pergeseran frekuensi yang dihasilkan bernama Efek Doppler.
Gambar 3. Prinsip pengukuran flow pada ultrasonic flowmeter dengan metode efek Doppler[4]

Kecepatan flow dapat ditunjukkan pada persamaan berikut :
v = c (fr - ft) / 2 ft cosΦ                                                                       (1)
di mana :
fr = frekuensi yang diterima
ft = frekuensi yang ditransmisikan
v = kecepatan aliran fluida
Φ = sudut relatif antara berkas ultrasonik yang ditransmisikan dan aliran fluida
c = kecepatan suara di dalam fluida

Metode ini membutuhkan beberapa pencerminan partikel di dalam cairan. Metode ini tidak cocok untuk cairan bening.

3. Bagian dan Tampilan Ultrasonic Flowmeter

Berikut merupakan contoh ultrasonic flowmeter produk Yokogawa yang memiliki deskripsi sebagai berikut. Plat depan harus dihapus ( 4M4 memasang ) untuk mengakses command panel. Sedangkan tingkat perlindungan IP65 flowmeter diberikan hanya jika plat depan dipasang pada housing.
Gambar 4. Command Panel pada Ultrasonic Flowmeter[5]
 
Ada ukiran yang berbeda pada bagian atas setiap tranducer. Tranduser tersebut dipasang dengan benar jika ukiran pada dua tranduser membentuk panah bersama-sama. Lalu kabel tranducer harus menunjukkan arah yang berlawanan. Kemudian, panah tersebut, bersama dengan nilai yang terukur yang ditunjukkan, akan membantu untuk menentukan arah aliran.
Gambar 5. Tranduser pada Ultrasonic Flowmeter[5]

Referensi

[1] Menentukan Jenis Flow Meter disadur dari http://www.kpmi.or.id/tulisan/1800/ Menentukan+Jenis+Flow+Meter yang diakses pada tanggal 26 November 2014 pukul 10.41 WIB.
[2] Ultrasonic Flowmeter disdur dari http://www.duniainstrumentasi.com/flowmeter-2/ultrasonic-flowmeter/ yang diakses pada tanggal 26 November 2014 pukul 10.51 WIB.
[3] Ultrasonic Flowmeters - Measuring principle of transit-time ultrasonic flowmeters disadur dari http://www.yokogawa.com/fld/FLOW/Ultrasonic/fld-us-principle-01en.htm yang diakses pada tanggal 26 November 2014 pukul 10.16 WIB.
[4] An basic introduction to the ultrasonic Doppler and Time Flight Flow Meters disadur dari http://www.engineeringtoolbox.com/ultrasonic-doppler-flow-meter-d_495.html yang diakses pada tanggal 26 November 2014 pukul 11.25 WIB.
[5] User's Manual - US300FM Ultrasonic Flowmeter disadur dari www.yokogawa.com yang diakses pada tanggal 26 November 2014 pukul 10.18 WIB.



Selasa, 25 November 2014

Turbidity Analyzer (Turbidity Meter)

1. Introduction

Turbidity meter adalah salah satu alat umum yang biasa digunakan untuk keperluan analisa kekeruhan air atau larutan. Turbidity meter merupakan alat pengujian kekeruan dengan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi padatan adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Alat ini banyak digunakan dalam pengolahan air bersih untuk memastikan bahwa air yang akan digunakan memiliki kualitas yang  baik dilihat dari tingkat kekeruhanya[1]. Gambar 1 merupakan salah satu bentuk turbidity meter portabel untuk keperluan pengukuran kekeruhan sampel.
Gambar 1. Turbidity meter portabel[1]

Kekeruhan pada suatu cairan biasanya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu partikel-partikel mikroskopis seperti mikro organisme yang ada pada cairan tersebut, zat padat terlarut dan lainya.Kekeruhan dilihat pada konsentrasi ketidaklarutan, keberadaan partikel pada suatu cairan yang diukur dalam satuan Nephelometric Turbidity Units (NTU). Penting untuk diketahui bahwa kekeruhan adalah ukuran kejernihan sampel, bukan warna.
Air dengan penampilan keruh atau tidak tembus pandang  dapat dipastikan memiliki tingkat atau kadar kekeruhan yang tinggi, sementara air yang jernih atau tembus pandang pasti memiliki kadar kekeruhan lebih rendah. Nilai kekeruhan yang tinggi dapat disebabkan oleh partikel yang terlarut dalam air seperti lumpur, tanah liat, mikroorganisme, dan material organik. Berdasarkan keterangan diatas, kekeruhan bukan merupakan ukuran langsung dari partikel-partikel akan tetapi merupakan suatu ukuran bagaimana sebuah partikel menghamburkan cahaya dalam suatu cairan[1].

2. Prinsip Pengukuran Kekeruhan

Pengukuran atau analisa kekeruhan dan kejernihan pada air sangat penting dalam proses industri, seperti pada produksi air minum atau minuman, pengolahan makanan, dan instalasi  pengolahan air minum. Serta dalam pengolahan sumber air bersih. Dalam proses pengolahan dan produksi air minum, nilai kekeruhan dapat dijadikan sebagai indikator keberadaan bakteri patogen, atau partikel yang dapat melindungi organisme berbahaya dari proses desinfeksi. Oleh sebab itu, pengukuran tingkat kekeruhan sangat berguna untuk instalasi pengolahan air untuk memastikan kebersihannya. Pada proses industri, kekeruhan dapat menjadi bagian dari Quality Control untuk memastikan efisiensi dalam pengolahan atau proses industri terkait[1].

Tujuan deteksi kekeruhan adalah untuk mengetahui macam partikel penyebab pencemar air yang dideteksi. Deteksi kekeruhan (turbiditas) pada air minum dapat dilakukan dengan alat turbidimeter dan dinyatakan dengan satuan NTU  (Nephelometric Turbidity Unit). Kekeruhan sering diukur dengan metode Nephelometric. Pada metode ini, sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Kekeruhan dalam air minum/air bersih tidak boleh lebih dari 5 NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan karena selain ditinjau dari segi estetika yang kurang baik juga proses desinfeksi untuk air keruh sangat sukar, hal ini disebabkan karena penyerapan beberapa koloid dapat melindungi organisme dari disinfeksi[2].
Gambar 2. Prinsip pengukuran turbiditas dengan metode nephelometric[3]

Sistem optik (gambar referensi) termasuk lampu tungsten - filamen, detektor 90° untuk memonitor cahaya tersebar dan detektor cahaya yang ditransmisikan. Mikroprosesor instrumen menghitung rasio sinyal - sinyal dari 90° dan detektor cahaya yang ditransmisikan. Teknik rasio ini mengoreksi gangguan dari warna dan / atau cahaya penyerapan bahan (seperti karbon aktif) dan mengkompensasi fluktuasi intensitas lampu , memberikan stabilitas kalibrasi jangka panjang . Desain optik juga meminimalkan cahaya liar dan meningkatkan akurasi pengukuran[3].

Turbiditas diukur dengan turbidiuster yang mengukur kemampuan cahaya untuk melewati suatu contoh air. Partikel yang tersuspensi tersebut akan menyebar cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan hewan, kotoran manusia, dan limbah industri. Kejernihan dan warna air akan dipengaruhi oleh padatan terlarut dan tersuspensi. Kejernihan air yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi, karena sifat kejernihan ada hubungannya dengan produktivitas. Jika konsentrasi bahan tersuspensi tinggi, maka sinar matahari tidak dapat menembus ke dalam air dengan sempurna[2].

3. Turbidity Analyzer atau Turbidity Meter

3.1 Bagian - Bagian Turbidity Meter
Turbidity meter terdiri dari dua bagian, yaitu detektor dan konverter[4]. Di mana detektor memiliki bagiannya masing - masing, begitu pula dengan konverter. Pada gambar 3 dapat dilihat gambar detektor pada turbidity meter beserta bagian - bagiannya.
Gambar 3. Detektor pada turbidity meter dan bagian - bagiannya[4]

Sedangkan gambar 4 menunjukkan bagian konverter pada turbidity meter. Konverter inilah yang berfungsi untuk mengubah besaran dari zat yang terukur serta menampilkannya dalam bentuk nilai turbiditas sesuai dengan satuan turbiditas yang telah disetting pada display.

Gambar 4. Konverter dan tampilan display pada turbidity meter[4]

Gambar 5 berikut merupakan gambar yang menunjukkan sistem konfigurasi dari turbidity meter di mana menunjukkan input output kerja pada turbidity meter.
Gambar 5. Sistem konfigurasi turbidity meter[4]

3.2 Pembacaan Pengukuran Turbidity Analyzer
Gambar 6 berikut menunjukkan tampilan dari operator panel konverter turbidity analyzer di mana panel operasi terdiri dari LCD screen, operation keys dan lampu.
Gambar 6. Panel operasi konverter turbidity meter / turbidity analyzer[5]

LCD screen yang terdiri dari data display, message display, status indicator, key indicator dan pointer[5]. Berikut merupakan tampilan LCD screen pada panel operasi konverter turbidity meter yang ditunjukkan oleh gambar 7.
Gambar 7. LCD screen pada panel operasi konverter turbidity meter[5]


  • Data display menunjukkan data turbiditasData display menunjukkan data turbiditas
  • Message display menunjukkan arus output, message dan sebagainya.Message display menunjukkan arus output, message dan sebagainya.
  • Status indicator menunjukkan status dari konverter turbidity meter.Status indicator menunjukkan status dari konverter turbidity meter.
  • Key indicator menyala jika terjadi keadaan mendesak.Key indicator menyala jika terjadi keadaan mendesak.
  • Pointer menyala ketika mengindikasikan mode arus (level)[5].Pointer menyala ketika mengindikasikan mode arus (level)[5].


Referensi :

[1] Pengertian dan Penggunaan Turbidity Meter disadur dari http://multimeter-digital.com/pengertian-dan-penggunaan-turbidity-meter.html yang diakses pada tanggal 25 November 2014 pukul 14.09 WIB.
[2] Nurani, Puji.  2013. Pemeriksaan Kekeruhan dari Air Reservoir pada PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal Medan. Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara. Medan.
[3] Working Principle of Nephelometric Turbidity Meter disadur dari http://www.water-chemistry.in/2010/11/working-principle-of-nephelometric-turbidity-meter/ yang diakses pada tanggal 25 November 2014 pukul 11.35 WIB.
[4] Bulletin Turbidity Meter - Right Angle Scattered Light Turbiditimeter TB750G disadur dari www.yokogawa.com pada tanggal 18 September 2013 pukul 09.19 WIB.
[5] User's Manual - Model 7B750G Right Angle Scattered Light Turbiditimeter disadur dari www.yokogawa.com pada tanggal 18 September 2013 pukul 09.20 WIB.




Senin, 17 November 2014

Electromagnetic Flowmeter

1. Introduction

Elektromagnetic flowmeter merupakan alat pengukur yang digunakan sebagian besar untuk pengukuran aliran (flow). Electromagnetic Flowmeter merupakan jenis flowmeter yang mempunyai populasi tertinggi untuk flowmeter yang digunakan mengukur aliran fluid baik berupa air atau cairan lainnya baik aliran yang korosif, kotor dan lumpur. Karena pemakiannya yang cukup banyak sebagian besar para produsen flowmeter mempunyai produk jenis electromagnetic flowmeter[1]. Gambar 1 merupakan bentuk electromagnetic flowmeter yang telah terintegrasi dengan flange, di mana penempatan flowmeter tersebut pada pipa untuk pengukuran aliran pada pipa.
Gambar 1. Electromagnetic flowmeter tipe integral flange[2]

Electromagnetic flowmeter yang paling banyak digunakan dalam aplikasi pengukuran aliran air dan limbah dan chemical. Sebagaian besar aplikasi dari pemakaian elecromagnetic flowmeter adalah untuk dunia industri seperti industri makanan, minuman, farmasi, perhotelan dan pengolahan limbah karena harus menggunakan flowmeter yang memenuhi persyaratan sanitasi[1].

2. Sejarah Electromagnetic Flowmeter

Pada tahun 1832, Michael Faraday (1791-1867) mengumpulkan saluran terbuka magmeter skala besar dan menggunakan ini untuk mengukur aliran air yang lewat di bawah Waterloo London Bridge. Konsep desain yang digunakan agak tidak biasa, yaitu memanfaatkan :

  • medan magnet yang tersedia secara alami oleh bumi, bersama dengan
  • dua elektroda logam lembaran besar diturunkan dari Waterloo Bridge ke sungai Thames untuk
  • menentukan debit sungai Thames di London.
Hasilnya tidak sukses 100 % karena efek elektrokimia dan thermoelectric serta tidak tersedianya pada hari itu instrumen yang sangat sensitif yang bisa mengukur sinyal μVolt[2]. Gambar 2 menunjukkan konsep desain eksperimen Michael Faraday saat melakukan pengukuran aliran air sungai Thames di bawah Waterloo London Bridge.
Gambar 2. Konsep desain eksperimen pengukuran aliran air di bawah Waterloo London Bridge oleh Michael Faraday[2]

3. Prinsip Kerja Electromagnetic Flowmeter

Merupakan alat yang digunakan untuk pengukuran aliran fluida yang bekerja berdasarkan prinsip elektromagnetik. Prinsip kerja flowmeter jenis ini didasarkan pada hukum induksi elektromagnetik (Faraday’s Law), yaitu bila suatu fluida konduktif elektrik melewati pipa tranduser, maka fluida akan bekerja sebagai konduktor yang bergerak memotong medan magnet yang dibangkitkan oleh kumparan magnetik dari transduser, sehingga timbul tengangan listrik induksi[2]. Prinsip kerja dari electromagnetic flowmeter dapat dilihat pada gambar 3 di mana menggunakan Hukum Faraday.
Gambar 3. Prinsip kerja electromagnetic flowmeter[3]

Medan magnet yang dihasilkan tegak lurus dengan arah aliran air, dengan pengukuran yang diberikan, untuk gaya perpindahan listrik di mana sesuai dengan hukum induksi Faraday (Eflow ~ B . v . D) adalah sebanding dengan kecepatan aliran fluida di dalam pipa[2]. Gambar 4 menunjukkan arah jari untuk penentuan hubungan antara variabel besaran pada Hukum Faraday.
Gambar 4. Arah jari untuk penentuan hubungan pada Hukum Faraday[2]

4. Bagian Electromagnetic Flowmeter

Perkembangan ketahanan dan kecerdasan dari intrument electromagnetic flowmeter untuk aplikasi industri sebagian besar saat ini menjadi tantangan designer dan engineer. Secara garis besar electromagnetic flowmeter terdiri dari beberapa elemen sebagai berikut :
  • Non ferromagnetic flowtube.
  • Non conductive liner.
  • Excitation coils.
  • Electrodes[2].
Gambar 5 menunjukkan bagian - bagian dari electromagnetic flowmeter beserta prinsip kerjanya.
Gambar 5. Bagian dari electromagnetic flowmeter[2]

5. Jenis Electromagnetic Flowmeter

Dilihat dari jenis instalasinya, maka jenis electromagnetic flowmeter dapat dibagi menjadi dua jenis, antara lain :
a. In line model magnetic flowmeter
  • Electromagnetic flowmeter jenis In line ini dasarnya adalah meletakan sensor atau tranducer yang mempunyai kemampuan menimbulkan medan magnet yang berupa electrode yang diperkuat dengan kumparan (coil electric) di sekeliling pipa dengan pemasangan electrode letaknya berseberangan di sisi kanan dan kiri dari body pipa.
  • Electromagnetic flow meter ini mempunyai tingkat akurasi yang cukup bagus dan bisa hingga 0.2% untuk model tertentu[5]. 
Salah satu bentuk electromagnetic flowmeter tipe in line adalah ditunjukkan pada gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Prinsip electromagnetic flowmeter tipe in line[6]

b. Insertion model magnetic flowmeter
  • Electromagnetic flowmeter jenis insertion dilakukan dengan cara menyisipkan (insertion) coil electric ke dalam pipa yang akan diukur flow rate-nya  dengan memasang electrode di ujungnya.
  • Jenis Insertion electromagnetic flow meter ini cocok jika digunakan untuk ukuran pipa yang menengah ke atas. Mengenai harga dari insertion electromagnetic flow meter ini akan lebih rendah jika diaplikasikan pada pipa dengan ukuran besar[5].
Prinsip kerja electromagnetic flowmeter tipe insertion adalah ditunjukkan pada gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Prinsip kerja electromagnetic flowmeter tipe insertion[7]

6. Cara Pembacaan Electromagnetic Flowmeter

Karena biasanya flowmeter sudah terpasang pada pipa yang terdapat aliran fluida, maka untuk tampilan pembacaan pengukuran flow (aliran) adalah seperti pada gambar 8 berikut.

Gambar 8. Tampilan nilai pembacaan LCD electromagnetic flowmeter[4]

Keterangan dari gambar 8 di atas adalah sebagai berikut.
  • merupakan tampilan dari nilai besaran laju fluida yang terukur.
  • menunjukkan satuan dari fluida yang terukur berupa m3/h (meter kubik per jam)
  • setting switch digunakan untuk settingg tanpa harus membuka cover (penutup) dalam artian sistem bekerja dengan sentuhan (sensitif), sehingga semakin dekat dengan tombol switch maka semakin jauh dari kesalahan. Pada pembacaan electromagnetic flowmeter ini, tampilan pada LCD dapat memunculkan mode alarm jika dalam kondisi abnormal, berikut merupakan tampilan LCD dalam kondisi normal dan abnormal (kondisi alarm)[4].
Gambar 9 menunjukkan tampilan LCD pada magnetic flowmeter saat kondisi normal dan alarm serta multi bahasa dapat disetting jenis bahasa yang digunakan untuk memudahkan saat maintenance[4].
Gambar 9. Tampilan nilai pembacaan LCD kondisi normal dan alarm (multi bahasa)[4]

Referenses :

[1] Jenis Flow Meter disadur dari http://www.wiratama.web.id/_item?item_id=251002 diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 14.30 WIB.
[2] Magmeter History and Working Principle disadur dari www.yokogawa.com, diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 09.30 WIB.
[3] Magnetic Flow Meters - Introduction disadur dari http://www.omega.ca/prodinfo/magmeter.html diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 13.34 WIB.
[4] Technical Information - Magnetic Flowmeter ADMAX AXF disadur dari www.yokogawa.com, diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 08.11 WIB.
[5] Electromagnetic Flow Meters disadur dari http://www.wiratama.web.id/_item?item_id=5846034605408256 diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 14.49 WIB.
[6] http://www.omega.ca/shop/pptsc.asp?ref=FMG600 diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 15.07 WIB.
[7] http://www.omega.com/prodinfo/Magmeter_Graphic2.html diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 15.07 WIB.

Minggu, 16 November 2014

Utilization of Coal Fly Ash as CO Gas Adsorbent - ICCME 2012 Paper

Utilization of  Coal Fly Ash as CO Gas Adsorbent 

Ayu Lasryzaa, Dyah Sawitria
a Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology,Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Kampus Keputih ITS Sukolilo Surabaya 60111 INDONESIA


Abstract :
This research focused on coal fly ash fabricated as CO adsorbent. Coal fly ash having grain size of 325 mesh was characterized by XRF, XRD and SEM-EDX. Physical activation was done at temperatures of 500 0C, 520 0C, 540 0C, 560 0C, 580 0C and 600 0C. Chemical activation was undertaken by mixing between fly ash and NaOH with mass ratio of 1: 1.2 with subsequent heating at 7500C for 1 h and followed by washing the specimens until pH=7. The samples were dried at 1000C for 1 h. The major constituents of unactivated coal fly ash are Fe, Ca, K, Si and Al in the form of quatz and anorthite. The chemical activation led to reduce the amount of quartz or increase the amount of anorthite. Physical activation does not affect the amount of minerals.
Keywords: fly ash, adsorbent, activation, characterization

1.    Introduction
Coal is one of alternative energy resources. In term of price coal is cheaper than natural oil. Indonesia has a lot of coal resources, and the utilization of coal  in Indonesia increases every years. It attains 14,1% from total of other energy resources. It is expected that coal usage will increase until 34,6% at 2025[1]. Utilization of coal produces waste that can contaminate environment such as   CO2, NOX, CO, SO2, hydrocarbon dan  solid waste. The solid waste is in the form of ash, i.e  fly ash and  bottom ash. According to data of Ministry of Environment in 2006, fly ash production reaches 52,2 ton per day, whereas bottom ash waste production reaches 5,8 ton per day[1].
Coal fly ash is exhaust waste was usually released to air without control. Actually fly ash waste is a kind of hazardous waste. Generally, fly ash can be temporary saved at coal power plant and further thrown in landfill. Accumulation of this coal fly ash may raise environment al problem[2]. Coal fly ash can be used for raw material of cement and construction material[2]. Another utilization of coal is as adsorbent[3]. As adsorbent, fly ash has advantage in term of economical prices and good for gas and liquid waste management[4]. Physical and chemical activation is required to allow coal fly ash for being use as adsorbent. Physical activation is done by heating at high temperature, whereas chemical activation is done by mixing of fly ash and acid liquid or alkali.

2.    Materials and Methods

2.1 Materials
Coal fly ash is exhaust result of kiln I process in PT. Semen Gresik. It has grain size of 325 mesh. Coal fly ash have dark brown colour. This colour depend on type of coal, too. In this research the type of coal is lignite whose quality is the lowest among other type of coals.

2.2 Methods
Two activations were used in this research, namely physical and chemical activations. The physical activation was done by heating the sample at  temperatures of 500°C, 520°C, 540°C, 560°C, 580°C, and 600°C for 1 hour. Chemical activation was done by mixing fly ash and NaOH with the mass fractions of fly ash and NaOH are 1 : 1.2. The mixtures were heated at temperature of 7500C for 1 hour followed by grinding process. Then, the samples were mixed with distilled water with L/S of 1/5 in a constant stirring of 400 rpm for 30 minutes. Finally leaching was done until pH = 7, the samples were then subsequently dried at temperature of 1000C for 1 hour.
Raw material coal fly ash was characterized by X-Ray Fluorescence (Minipal4 PanAlytical), X-Ray Diffraction (Brücker AXS D8 Focus) Cu K-α with λ = 1,5418 Å, and Scanning Electron Microscopy (SEM) Zeiss-EVO MA 10 equipped with Electron Diffraction-X (EDX) of Brücker.

3.    Results and Discussion
3.1 Unactivated Coal Fly Ash Characterization
Table 1 shows composition in unactivated fly ash. From Table 1 it is known that the highest contents in the fly ash are Fe, Ca, K, Si and Al, and the highest oxide are Fe2O3, CaO, SiO2, Al2O3 and K2O. The important substance for adsorbent are Si and Al, while Ca is the substance that has to be remove. Ca can disturb the adsorption process because it may lead the reaction to become unstable.

Table 1. XRF analysis of unactivated coal fly ash
No.
Substance
Concentrate (%)
Oxide
Concentration (%)
1.
Al
1,8
Al2O3
2,9
2.
Si
9,3
SiO2
14
3.
P
0,64
P2O5
1,0
4.
K
2,19
K2O
1,84
5.
Ca
30,0
CaO
29,2
6.
Ti
1,79
TiO2
2,9
7.
Mn
0,60
MnO
0,49
8.
Fe
51,23
Fe2O3
46,51
9.
Ba
0,76
BaO
0,61

Table 2 is mineral composition of unactivated coal fly ash from XRD analysis. XRD analysis shows that the most dominant minerals are amorphous structure and crystalline phase of quartz (SiO2). Fly ash samples consist mainly amorphous aluminosilicate with a less number of iron-rich part. It is likely that the iron oxide bounds with aluminosilicate to form amorphous phase. While aluminum and silicon form either as sillimanite, quartz, or binds with Ca to form anorthite. Calcium was associated with oxygen, sulfur or with silicon or aluminum. The calcium-rich material is different in elemental composition from the amorphous alumino-silicate parts. It is clearly a non-silicate mineral possibly calcite, lime, gypsum or anhydrite[5].

Table 2. XRD analysis of unactivated coal fly ash
No.
Mineral
Formula
Konsentrasi (%)
1.
Quartz
21,1
2.
Sillimanite
Al2SiO5
1,6
3.
Anhydrite
CaSO4
0,7
4.
Magnetite
Fe3O4
3,3
5.
Anorthite
Ca3SiO5
1,7
6.
Siderite
FeCO3
1,1
7.
Arcanite
K2SO4
2,4
8.
Periclase
MgO
6,2
9.
Hematite
Fe2O3
0,5
10.
Maghemite
Fe2O3
3,9
11.
Wuestite
FeO
1,2
12.
Amorphous
-
54,9

Figure 1 shows elemental mapping of unactivated fly ash. EDX analysis indicates that the big particle contains a lot of Si while Fe and Al distribute evenly in all particles. This evidence indicates intermixing of Fe and Si-Al mineral phases while Ca may in form non-silicate minerals[5]. These results are supported with XRD data.

Figure 1 Result SEM of unactivation coal fly ash

3.2 Activation Coal Fly Ash Characterization

Table 3. XRD Quantitative Data of Coal Fly Ash with Physical Activation  
CRYSTAL/MINERAL
FORMULATION
UNIT
PHYSICAL ACTIVATION
500
520
540
560
580
600
Quartz
SiO2
%
20,0
21,1
22,0
22,2
22,3
21,0
Sillimanite
Al2SiO5
%
4,2
2,8
3,2
2,5
3,1
2,8
Anhydrite
CaSO4
%
0,4
0,6
0,4
0,8
1,0
0,4
Magnetite
Fe3O4
%
2,9
3,2
3,6
3,9
3,2
3,5
Anorthite
Ca3SiO5
%
1,6
2,1
2,3
2,7
1,4
1,7
Siderite
FeCO3
%
1,1
0,9
1,4
1,1
1,2
1,3
Arcanite
K2SO4
%
2,7
2,8
2,4
2,1
2,8
3,1
Periclase
MgO
%
6,7
6,3
5,9
7,4
6,6
6,4
Hematite
Fe2O3
%
0,5
0,6
0,5
0,6
0,6
0,6
Maghemite
Fe2O3
%
3,5
3,4
2,7
2,8
3,4
3,0
Wuestite
FeO
%
0,5
1,2
0,8
0,6
0,9
0,9
Amorphous
-
%
54,0
53,7
54,1
52,5
52,7
54,3
R_wp
-
%
2,9
2,9
2,9
2,9
2,9
2,9

Table 4. XRD Quantitative Data of Coal Fly Ash with Chemical Activation  
CRYSTAL/MINERAL
FORMULATON
UNIT
CHEMICAL ACTIVATION
500
520
540
560
580
600
Quartz
SiO2
%
13,2
1,0
0,5
5,1
0,2
3,3
Sillimanite
Al2SiO5
%
0,0
2,6
4,0
2,5
4,3
8,4
Anhydrite
CaSO4
%
0,0
0,0
0,1
1,2
0,3
0,0
Magnetite
Fe3O4
%
3,1
3,4
0,1
0,0
4,3
3,5
Anorthite
Ca3SiO5
%
35,6
14,2
7,1
20,8
17,1
24,0
Siderite
FeCO3
%
1,3
0,0
0,0
0,2
0,2
0,2
Arcanite
K2SO4
%
14,1
18,0
16,9
18,6
15,3
14,8
Periclase
MgO
%
11,9
15,3
22,5
12,2
9,9
6,5
Hematite
Fe2O3
%
0,2
0,0
1,4
0,1
0,1
0,1
Maghemite
Fe2O3
%
0,0
0,0
3,0
0,0
0,0
0,0
Wuestite
FeO
%
1,0
2,8
6,2
2,7
4,6
2,0
Amorphous
-
%
15,2
41,1
38,3
34,5
42,7
35,4
R_wp
-
%
5,1
9,6
8,5
7,2
8,5
6,9

From Table 3 and 4 one can observe that amorphous phase and quartz crystalline still dominate in fly ash after physical activation. There is little changes of mineral composition after physical activation. On the other hand, the chemical activation changed the amount of minerals in fly ash. For example, after chemical activation the amount of quartz decreases while the amount of anorthite increases. Figure 2 exemplifies the change in the amount of mineral of fly ash after physical and chemical activation. From figure 2 it is known that chemical activation plays an important in changing the amount of minerals, while the physical activation does not affect significantly.

Figure 2. Comparison of quartz contents after physical and chemical activation
 
Physical activation causes losing water content (intercrystalline water) in fly ash as indicated by thermogravimetry experiments[6]. Whereas chemical activation may active the unactivated  substances, and finally aids the adsorption process.

4.     Conclusions
Unactivated coal fly ash consist mainly of Fe, ca, K, Si, and Al, in the form of quartz and amorphous. The mineral contents were found to change after chemical activation e.g. quartz was reduced, anorthite was increased. Physical activation does not affect it.

5.     Acknowledgement
The authors would like to thank to DITJEN DIKTI as organizer of Program Kreativitas Mahasiswa for funding this research, Mr. Heri Purnomo, ST from PT. Semen Gresik for his assistanship in XRD analysis, Ninit Martianingsih, S.Si who helps the SEM-EDX characterization, Nurul Faradillah Said, S.Si who helps the XRF characterization.

6.     References
[1] Setiaka, Juniawan, Ita Ulfin, Nurul Widiastuti. 2011. Adsorpsi Ion Logam Cu(ii) dalam Larutan pada Abu Dasar Batubara Menggunakan Metode Kolom. Prosiding Tugas Akhir. Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
[2] Jumaeri,dkk. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit dari Abu Layang Batubara secara Alkali Hidrotermal.  Reaktor, Vol. 11 No.1, Juni 2007, Hal. : 38-44
[3] Ahmaruzzaman M. 2010. A review on the utilization of fly ash. Progress in Energy and Combustion Science, 36: 327–363
[4] Mohan S,  Gandhimathi R. 2009. Removal of heavy metal ions from municipal solid waste leachate using coal fly ash as an adsorbent. Sience Direct. Journal of Hazardous Materials, 169: 351-359
[5] Barbara G, Kutcko, Ann G. Kim. 2006. Fly Ash Characterization by SEM-EDS. Fuel, 85: 2537-2544
[6] Lasryza, Ayu. 2012. Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi Gas Buang CO pada Kendaraan Bermotor. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya